Crucial 100 metres

Sebelum blog ini kembali berdebu, ada sedikit kejadian yang bikin tangan gw 'gatel' untuk nulis lagi. Kejadian ini simpel, dan terjadi hanya sekitar 100 meter dari pintu gereja. Ya, 'hanya'. Mungkin bukan hal baru lagi, tapi di setiap gereja atau tempat ibadah lain pasti rame sama jajanan makanan. Ada satu jajanan yang hampir setiap Minggu ada di depan gereja, namanya leker. Leker ini versi murahnya crepes. Selembar adonan tepung tipis yang isinya bisa macem-macem dari cokelat, strawberry, blueberry, bahkan oreo. Leker di depan gereja ini sebenarnya ga terlalu rame, tapi orang-orang sekali pesan banyak dan wajan kecil untuk bikin leker hanya satu. Jadi, biasa gw pesan leker ini setengah jam setelah kebaktian ke dua selesai, pas penjualnya udah mau pulang.
Beda dari biasanya, waktu gw pesan, penjualnya bilang,"nunggu gak apa2 yah." Gw tanya berapa lagi antriannya, dan dia bilang 15 leker lagi. Oke, gw balik ke dalam gereja, ngobrol-ngobrol dulu lalu balik lagi ke sana 15 menit kemudian.

Dengan harap-harap cemas karena waktu yang sudah mepet dengan latihan padus, gw samperin abang leker. Di sana ada seorang ibu dan dua anak kecil yang mungkin cucunya karena usia ibu ini sepertinya sudah cukup berumur. Gak lama mereka nunggu, ibu ini ngedumel karena merasa sudah menunggu lama dan belum jadi-jadi. Waktu itu, abangnya lagi masak rasa cokelat, sedangkan ibu ini pesan rasa lain. Nah, gw sejujurnya gak tahu apakah mereka ini sudah pesan duluan atau baru pesan saat mereka datang itu. Gw sampai hapal apa yang mereka mau pesan karena ibu dan anaknya komplain diulang terus dan ibu ini bilang,"bang bikinin punya saya dong, jangan selip-selipin yang lain, gimana sih." Si abang diem aja sambil menuruti kemauan si ibu. Dalam hati gw sebenernya gw berteriak, yang harusnya ngomel itu gw, karena jangan-jangan ibu ini dateng setelah gw dan minta dibikinin duluan, bukannya dia yang selip kalau begitu? Sepanjang menunggu si leker ini gw memutuskan diam aja biarpun hati sepanas matahari pada saat gw nunggu waktu itu. Menghindari konflik saudara seiman cuma gara-gara leker.

Tapi sejujurnya gw kuatir, sambil sesekali liat ke salib gereja yang super besar terlihat dari sana. Masa sih, cuma 100 meter aja kita ga bisa jaga sikap kita? Apalagi di depan orang yang belum percaya kayak si abang ini, malu rasanya. Ga heran bertahun-tahun mereka berjualan di depan, ga ada satupun yang jadi pengikut Kristus.
Setelah ibu itu pergi, gw bilang ke abangnya,"bawel ya bang." Si abang ini cuma bisa pasrah,"ya, saya sih diem aja, mau diapain juga diem aja." Sedih banget dengernya. Semoga kita bisa tetap setia dan berintegritas sebagai orang percaya. Dimulai dari 100 meter di depan gereja, dan berlanjut ke manapun kita pergi, bahkan sampai ke ujung bumi ya.

Comments

Popular Posts